Gerimis?
Ujar bapa yang setengah hampir senja, yang sedang menata kembali hidupnya dengan senyumnya yang penuh kebahagiaan. Beliau menyambutku dengan senyumnya, beliau juga berkata padaku "calon guru".
Jiwaku tersentuh, raga tak berdaya, pikiran kusutku mulai menghantui dan aku tak bisa berkata-kata lagi.
Jika semesta bisa bicara, mungkin aku akan menjadi teman setiaku. Sayangnya, Tuhan menjadikannya sebagai bagian yang tak bisa bicara. Bukan tak bisa bicara, lebih tepatnya ia menjadi pendengar semua seisi bumi.
Malangnya, aku mengadu pada mereka yang tak bisa menjadi "aku". Kala itu, aku hanya bisa diam termenung dengan semua lara yang ada.
Tuhan ...
Bukan aku tak menerima, aku hanya tak kuasa menahannya.
Bagaimana bisa seramai itu dalam kesendirian?
Dan bagaimana bisa aku tetap tersenyum sementara euforia ini masih menghantui?
Mengemban erat cita dan asa terjebak dalam realita, ini apaa Tuhan ...?
Menyusuri semesta dengan langkah kecil, akankah semuanya ku jamah sendiri?
Merakit mimpi sedari kecil, meraih asa kala senja, duduk sendiri menatap semesta sebegitu bisingnya pagi itu.
Gerimis membasahi tubuh, kepala yang bising kini dingin namun, tak mengurangi kebisingan yang ada.
Terima kasihh hujan di kala pagi♡
Comments
Post a Comment